Pembicara Handal atau Pendengar yang Baik?

(sumber gambar : steemit.com)


Pernahkah kamu berada pada situasi di mana kamu harus menjadi seorang pembicara dalam suatu acara, padahal kamu merasa belum cakap berbicara atau kamu orang yang demam panggung? Dan pernahkah kamu mendengarkan temanmu bercerita sampai puluhan episode padahal kamu sudah bosan dengan apa yang temanmu ceritakan? Atau pernahkah kamu bosan tatkala dosenmu mengajarkan mata kuliah yang sulit dengan durasi yang panjang? Ya, aku yakin kamu pernah merasakan hal-hal diatas, atau bahkan sering hehe..

Berbicara dan mendengar adalah proses komunikasi yang tidak dapat dipisahkan. Dalam berkomunikasi, ada pihak yang berbicara dan ada pihak yang mendengarkan. Tidak mungkin dalam satu situasi keduanya hanya menjadi pendengar, hanya sunyi senyap yang didapat. Atau keduanya sama-sama ingin berbicara dalam waktu yang sama, maka hanya keegoisanlah yang didapat.

Menjadi pembicara yang handal adalah dambaan semua orang. Mengapa? Karena dengan kecakapan berbicara yang dimiliki, seseorang dapat dipandang hebat, ia dapat mengutarakan pendapatnya dengan mudah. Dengan kepandaian berbicara itu, seseorang akan lebih dihargai dalam suatu perkumpulan, karena mereka mampu mengungkapkan isi pikiran dengan gamblang. Berbicara itu seperti menulis, suatu skill yang semua orang bisa menguasainya, namun tak semua orang mampu menguasai dengan baik.

Sedangkan menjadi pendengar yang baik adalah kemampuan seseorang untuk mampu mendengarkan orang lain dengan cermat, tidak memotong pembicaraan, dan mampu memberikan solusi atas apa yang menimpa lawan bicara. Yang mana kemampuan ini melibatkan pemahaman, empati dan rasa hormat terhadap lawan bicara.

Kedua kemampuan ini sangatlah penting. Namun sayangnya, menurut survey, hanya 10% manusia yang mampu menjadi pendengar yang baik. Itu artinya, menjadi pendengar ternyata tidaklah mudah. Orang bisa mendengar, namun belum tentu bisa mendengarkan. Dan orang bisa mendengarkan, namum belum tentu bisa memahami dan berempati. Banyak manusia yang hanya ingin didengarkan tanpa mau mendengarkan. Padahal, kemampuan mendengar adalah titik tumpu sebelum menginjakkan kaki menjadi seorang yang cakap berbicara.

Dalam buku berjudul “Bicara Itu Ada Seninya” yang ditulis oleh Oh Su Hyang, menyatakan bahwa Semua orang memiliki titik yang sama dalam berbicara. Ada yang maju lebih dulu, dan ada yang tertinggal di belakang. Namun jangan lupa bahwa urutan bisa berubah setiap saat dengan usaha. Orang yang awalnya pemalu, akan cakap berbicara manakala ia mau membiasakan diri dan terus berlatih. Tidak ada yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya.

Larry King mengatakan bahwa aturan pertama dalam berdialog adalah mendengarkan, “Untuk menjadi pembicara yang hebat, anda terlebih dahulu harus menjadi pendengar yang hebat.” Lihatlah betapa orang-orang yang public speakingnya epik, mereka tak segan untuk mendengarkan lawan bicaranya dengan setulus hati. Jadi, sebelum kamu menjadi pembicara hebat, pastikan kamu telah menjadi pendengar yang baik. Mulailah mendengarkan dan berempati dengan orang lain.

Di bawah ini ada jawaban bagus dari temanku ketika ditanya lebih memilih menjadi pembicara handal atau pendengar yang baik. Ia menjawab :
Kalau aku pribadi lebih suka jadi pendengar yang baik, karena aku tipe orang yang kalau ngomong mikir ribuan kali biar perkataan aku ga bikin orang sakit hati. Tapi ketika di suasana atau bareng dengan orang yang pendiam aku berusaha untuk jadi orang yang berbicara karena aku ga suka awkward atau sunyi senyap. Dan menurut aku, ga ada yang benar-benar jadi pendengar yang baik atau pembicara handal, mereka semua bisa melakukan keduanya namun di situasi atau bersama orang yang berbeda. Kalau kamu ketemu sama orang yang pendiam pas ngobrol sama kamu atau dia hanya jadi pendengar setia kamu, bisa jadi di lain tempat dia adalah seorang pembicara yang handal ketika dia bersama yang lain. Karena hakikatnya mereka yang jadi pembicara handal itu pasti mendengarkan dulu. Seperti seorang guru, mereka bisa jadi guru yang ngomongnya lancar karena dulu mereka menjadi pendengar setia ketika kuliah atau sekolah. Desty Purnama Ayu
Pada intinya, untuk menjadi seorang pembicara handal maka sang pembicara harus mau mendengarkan. 


Souce :
Hyang, Oh Su. 2018. Bicara Itu Ada Seninya. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Komentar